Rabu, 08 Juni 2011

Sistem Ekonomi Indonesia




Sistem ekonomi merupakan perpaduan dari aturan–aturan atau cara–cara yang menjadi satu kesatuan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam perekonomian. Suatu sistem dapat diibaratkan seperti lingkaran-lingkaran kecil yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Lingkaran-lingkaran kecil tersebut merupakan suatu subsistem. Subsistem tersebut saling berinteraksi dan akhirnya membentuk suatu kesatuan sistem dalam lingkaran besar yang bergerak sesuai aturan yang ada.
Dan sistem ekonomi dapat dibedakan menjadi 4 macam sebagai solusi dari permasalahannya, yaitu :

1. sistem ekonomi tradisional
2. sistem ekonomi pasar (Liberal/Bebas)
3. sistem ekonomi komando
4. sistem ekonomi campuran

Perekonomian suatu negeri pada umumnya ditentukan oleh tiga hal. Pertama,kekayaan tanahnya. Kedua, kedudukannya terhadap negeri lain dalam lingkungtan Internasional. Ketiga, sifat dan kecakapan rakyatnya, serta cita-citanya Terhadap Indonesia harus ditambah satu hal lagi, yaitu senarahnya sebagi tanah jajahan. (Hatta, 1971). Demikianlah sedikit penggalan pernyataan Bung Hatta dalam salah satu Konferensi Ekonomi di Yogyakarta 1946. Kurang lebih 3,5 abad bangsa Indonesia dalam masa penjajahan dari mulai bangsa Portugis, Belanda ataupun Jepang. Sejarah penjajahan banyak memberikan pengaruh yang fundamental dalam tatanan struktur sosial, ekonomi, budaya dan politik. Eropa Barat sebagai tempat beberapa negara pennjajah Indonesia, adalah basis lahirnya pemikiran-pemikiran ekonomi, sehingga cukup berpengaruh dalam perkembangan kondisi ekonomi di negara-negara jajahan. Pemikiran Liberalisme Klasik banyak menjadi acuan dasar hubungan ekonomi negara penjajah dengan negara jajahan.

 Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nation, 1776 berhasil memperkukuh filsafat individualistik dalam pemikiran ekonomi, yang sebenarnya sudah berkembang sejak jaman Merkantilis. Teori pembagian kerjanya atau spesialisasi, dianggap sebagai salah satu kunci pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus.. Pembagia kerja harus didukung oleh pasaran barang produksi, manifestasinya dengan melakukan perluasan teritori. Perluasan wilayah untuk memperoleh perluasan pasar bagi barang-barang yang di produksi harus dilaksanakan kalau perlu dengan bantuan pemerintah (Samuels, 1966). David Ricardo yang juga salah satu pemikir liberalisme klasik dengan teori Manfaat Komparatif dijadikan dasar bagi perdagangan luar negeri. Munculnya Etika Protestan pada abad pertengahan bersamaan dengan pencetusan liberalisme klasik menjadi semacam legitimasi bagi filsafat individualistik yang dikemukakan Adam Smith. Minimalisasi kekuasaan gereja dan pemerinyah oleh golongan kapitalis terlihat sangat kuat (Weber, 1958; Towney, 1960; Hill, 1966 ).

Di Indonesia, salah satu negara Eropa Barat yang paling kuat melakukan membangaun fundamental ekonomi yang kapitalistik atau eksploitatif adalah Belanda. Pada tahun 1600- 1800 penguasaan dilakukan melalui Persatuan Pedagang Belanda (VOC) yang menerapkan pola monopoli dalam membeli komoditas perdagangan nasional seperti lada, pala, cengkeh, kopi, dan gula. Setelah VOC bangkrut (bubar) tahun 1799, dikarenakan pemerintahan Belanda telah di duduki oleh Jerman, untuk sementara pemerintahan di Hindia Belanda di ambil alih oleh Inggris selama 1811-1816.
Letnan Gubernur Thomas R. Raffles mempekenalkan sistem sewa tanah untuk mengefisienkan tanah jajahan. Tahun 1830 Hindia Belanda sudah kembali di kuasai oleh Belanda, kebijakan ekonomi yang kemudian di gunakan adalah Sistem Tanam Paksa, yang bertujuan mengisi kekosongan kas atau defisit anggaran pemerintah Belanda yang diakibatkan oleh kekalahannya dalam perang yang berkepanjangan. Sistem ini adalah manifestasi dari spesialisasi paksaan yang didasarkan analisa keuntungan komparatif David Ricardo yang kemudian diterapkan oleh negara penjajah terhadap setiap koloninya (Sritua Arief dan Adi Sasono, 1981). Surplus ekonomi yang dihasilkan oleh sistem ini, praktis tanpa menmggunakan modal pokok investasi yang berarti, karena modal pokok investasi adalah tenaga kerja petani (Frank, 1981).
Tenaga kerja diperas dengan tingkat pendapatan riil yang semakin kecil sehingga kian menciutkan kapasitas petani pekerja untuk menjadi tenaga kerja produktif. Akhirnya kelas pekerja ini tidak memiliki kesempatan untuk semakin memperbaiki dirinya. Kebijakan menanaman komoditas ekspor bahan-bahan mentah ini, menjadikan proses pemenuhan terhadap kebutuhan bahan pokok semakin merosot. Pulau Jawa mengalami kemerosotanbahan makanan pokok, terutama sesudah pembukaan perkebunan-perkebunan besar dilaksanakan.
Surplus ekspor (setelah dikurangi impor) sebagai hasil sistem tanam paksa tercatat berjumlah sebesar 781 guilden, selama periode 1840-1875 (Hatta, 1972). Setelah mendapat kecaman yang cukup keras dari berbagai kalangan di Belanda, maka pada tahun 1870 sistem ini dibubarkan. Namun, pemaksaan penanaman kopi di luar Jawa masih terus berlangsung hingga tahun 1915. Sistem tanam paksa kemudian digantikan oleh sistem kapitalis liberal. Tidak ada yang berubah dalam dialetik hubungan ekonomi yang terbangun, jika dulu yang melakukan eksploitasi adalah pemerintah sekarang di gantikan pengusaha swasta, pemerintah hanya berperan sebagai penjaga dan pengawas jalannya sistem ekonomi melalui peraturan perundang-undangan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar